SURABAYA – Kasus ibu kandung yang membunuh bayinya bisa jadi sering terdengar di telinga kita. Baru-baru ini, seorang ibu di Surabaya Jawa Timur tega membunuh bayi kandungnya sendiri yang berusia 5 bulan. Mirisnya seolah tidak ada rasa penyesalan, setelah kematian bayinya ia malah pergi berlibur bersama suaminya.
Menanggapi kejadian tersebut Pakar Konseling dan Psikologi Keluarga Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Nurul Hartini SPsi MKes menekankan perlunya persiapan mental bagi seorang calon ibu. Karena, sehat mental adalah modal utama.
“Menurut World Health Organization (WHO), ada lima hal yang dapat menjadi acuan terkait kesehatan mental. Kelimanya, yakni secara biologis, psikologis, sosiologis, kultur, dan spiritual. Jika dari kelima hal tersebut ada yang tidak sehat, maka turut berpengaruh pada kesehatan mentalnya, ” tutur Prof Nurul, Jum'at (22/7/2022).
Mental yang tidak sehat akan memiliki pengaruh signifikan terhadap seseorang, tidak terkecuali seorang ibu. Dalam kondisi Kesehatan mental yang sangat tidak baik dapat menjadi faktor pemicu seorang ibu melakukan perbuatan keji bahkan terhadap orang terdekatnya.
“Jadi, ibu yang tega membunuh anaknya pasti berada dalam kondisi mental tidak sehat. Mereka kemudian mudah melakukan hal-hal yang jauh dari norma atau yang tidak diharapkan dari peran sebagai seorang ibu. Karena, seorang ibu seharusnya mengayomi dan menyayangi anak-anaknya, ” terang Prof Nurul.
Pakar Konseling dan Psikologi Keluarga Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (FPSi UNAIR), Prof Dr. Nurul Hartini SPsi MKesAnalisis Dini Kesehatan Mental
Kesehatan mental sebenarnya dapat diidentifikasi sejak dini. Dalam hal itu, memerlukan peran dari orang-orang terdekat.
“Orang terdekat bagi seorang ibu misalnya suami atau anggota keluarga lain, hendaknya memiliki empati dan kepedulian yang tinggi agar dapat mengidentifikasi kondisi mental seorang ibu sejak dini. Karena, pastinya ketika seseorang dalam kondisi mental yang tidak sehat, ia akan menunjukkan perubahan perilaku, ” terang Prof Nurul.
Seseorang dengan mental tidak sehat cenderung mulai menutup diri. Ia biasanya menghindar dari lingkungan sosialnya, menutup komunikasi dengan orang-orang sekitar, serta perubahan-perubahan lain. “Pada dasarnya perubahan perilaku tersebut bermula dari hal kecil dalam kesehariannya, ” imbuh Prof Nurul.
Jika orang-orang di lingkungan sekitar sang ibu berempati dan peduli, maka mereka dapat segera melakukan tindakan penanganan dini. Sebagai seorang awam, mereka kemudian dapat memfasilitasi sang ibu agar bisa berkonsultasi dengan profesional, seperti psikolog atau psikiater.
“Dengan penanganan sedini mungkin maka harapannya kejadian tersebut tidak kembali terulang dan bisa diminimalkan. Karena, pengasuhan anak juga tidak seharusnya berada di tangan ibu yang tidak sehat secara mental, ” ujarnya.
Penulis: Fauzia Gadis Widyanti
Editor : Feri Fenoria